Happy Graduation!

titikbentala
5 min readOct 18, 2023

--

Riuh hiruk-pikuk dari banyak nya mahasiswa yang baru saja melepas status mahasiswa nya menjadi pengiring di antara obrolan panjang ketiga nya. Dika sukses menyusul Ares dan Lingga yang membuat nya berhasil wisuda bersama dengan kedua sahabat nya tersebut. Membuat impian ketiga nya berhasil tercapai, impian untuk setidaknya masih bisa wisuda bertiga meski masalah kemarin tetap menjadi gerbang kecanggungan di antara tiga lelaki tersebut.

Happy graduation.” Lingga menjadi yang pertama membuka suara, pandangan nya menerawang pada masa-masa dimana ketiga nya baru pertama kali menginjakkan kaki di Loka, yang di sambut dengan Hamid dan juga Adip yang sudah datang lebih dulu. Lalu disusul Sena yang terakhir datang karena harus membantu ibu nya menjaga toko. Dan Tara menjadi yang paling akhir sebab dia adalah si adik tingkat yang menjadi penutup dari Loka sampai detik ini.

Jauh di lubuk hati nya, Lingga sangat-sangat ingin kembali pada masa itu. Masa dimana mereka bertujuh hanya sibuk mengusili satu sama lain. Entah Hamid yang setiap hari main game tapi di ganggu oleh Tara, Sena yang setiap hari ribut dengan Ares perkara siapa yang hari ini bertugas untuk membersihkan kamar mandi, dirinya dan Dika yang sering berdebat perkara materi kuliah yang begitu sulit untuk di pecahkan, atau Adip yang hanya diam memantau dengan pandangan lelah sebelum akhirnya laki-laki Februari itu menutup segala keributan hari itu dengan sekotak pizza.

Lingga merindukan semua hal itu. Sangat. Sekarang semua nya sudah sangat berubah, Adip sudah begitu jauh untuk di ajak membeli pizza bersama. Sena dan Hamid sudah sama-sama sibuk bekerja untuk di ajak bermain game di waktu luang. Tara bahkan sangat sulit untuk di ajak bicara karena waktu nya sudah terkuras habis oleh jam kuliah. Lalu dirinya, Ares, dan Dika. Semua orang juga tau ada masalah apa di antara ketiga nya, bahkan syukur-syukur sekarang mereka bertiga bisa duduk dalam satu lingkup yang sama, meski rasa canggung masih terus menjadi yang paling dominan.

“Cepet pisan anying. Aing seperti tidak menyangka kalau hari ini kita bertiga bisa wisuda bareng.” celetukkan dari Ares mendapat dua anggukan sebagai balasan, karena baik Lingga dan juga Dika sama tidak menyangka atas apa yang terjadi hari ini.

“Tapi aing lebih amazed sama mane sih, Dik. Gokil gercep juga ya mane bisa nyusul aing sama Lingga.”

Dengusan dengan tawa kecil Dika berikan untuk merespon ucapan Lingga. “Buat apa gue punya otak encer kalau nggak bisa nyusulin lo berdua.”

“Banyak gaya.” Itu Lingga dengan nada ketus nya yang justru berhasil membuat ketiga nya tertawa bersama setelah apa yang Lingga lontarkan.

Sesaat masa-masa menyakitkan yang menimpa ketiga nya kemarin mendadak hilang, digantikan dengan banyak cerita lucu yang belum pernah terucap sejak ketiga nya sama-sama mengurus persiapan untuk wisuda.

“Tapi sumpah ya bener banget. Kita bertiga kemarin tuh lagaknya udah kayak orang paling sibuk sedunia.”

Lingga sibuk mengangguk dengan Ares yang tidak henti tertawa, entah apa yang lucu tapi Lingga dan Dika berterima kasih untuk itu, untuk respon Ares yang selalu menghangatkan hati ketiga nya. “Gimana nggak sibuk, ketar-ketir takut tiba-tiba disuruh revisi menjelang hari akhir bimbingan.”

“Iya anying! Demi Allah aing teh takut pisan kalau ujug-ujug pena nya bapak terhormat Ferdi justru nyoret skripsi aing, bukan nya di acc!”

Kembali, kedua nya sama-sama mengangguk menanggapi aduan yang Ares ucapkan. Sebab mereka berdua juga memiliki ketakutan yang sama, paling takut kalau tidak bisa wisuda bersama sih lebih tepat nya.

“Tapi untung nya kita survive dan sekarang kita ada disini. Di puncak paling akhir.” Setelah kalimat dari Dika itu terucap hening kembali mengisi ketiga nya, tiba-tiba perasaan sedih kembali menginvasi memenuhi ruang hati masing-masing.

Pada akhirnya menggiring Lingga untuk membicarakan hal yang sudah ia simpan sejak satu bulan yang lalu. “Besok gue jadi ke U.S. Malem berangkat.”

Tidak ada yang berani membuka suara nya setelah pernyataan tersebut keluar dari mulut Lingga, hanya ada hela nafas pelan yang terasa begitu berat untuk di uraikan. “Besok banget?”

Lingga mengangguk pada pertanyaan Ares, tidak bisa membantah karena memang waktu nya sudah ia tentukan, sejak awal. Sejak dirinya tidak ingin lagi jatuh pada rasa sakit yang terus menyiksa nya.

“Ngga, maafin gue ya? I know, I don’t deserve your forgiveness after what I did to you. Tapi gue tetep mau minta maaf dan akan terus minta maaf.”

Bukan amarah mau pun sebuah bogem mentah yang Dika dapatkan setelah penyesalan yang ia ucapkan — yang mana seharusnya Lingga melakukan itu untuk nya, karena Dika sudah sangat siap apabila dirinya kembali babak belur hari ini. Tapi justru sebuah peluk hangat ia dapatkan dan juga permintaan maaf yang di terima dengan sangat baik oleh Lingga. “I’ve forgiven you.

Satu kalimat yang semakin membuat nafas Dika memberat, sebab, dirinya tidak harus dimaafkan secepat ini. Sebab, seharusnya Lingga melampiaskan seluruh amarah pada nya, bukan justru membawa nya rengkuhan hangat yang begitu ia rindukan. “Lo deserve maaf dari gue. Karena, sampai kapan pun lo akan selalu jadi sahabat gue.”

Dua kalimat yang kali ini berhasil membuat Dika sesegukkan dengan isakan kecil di ujung suara nya. Dika merindukan Lingga, sangat. Dari semua anak-anak Loka, Lingga adalah yang paling dekat dengan nya. Justru itu lah yang membuat nya semakin bersalah dengan sikap baik yang tetap Lingga berikan pada nya sampai akhir, sampai laki-laki itu akan segera pergi meninggalkan dirinya.

“Kenapa lo maafin gue secepet ini anjing..”

Dan di balik rengkuhan tersebut, ada Lingga yang kembali sibuk menekan luka nya. “Karena gue nggak mau bawa rasa sakit gue, gue mau ninggalin semua nya disini selama gue menata hidup baru disana.”

Sebuah pengakuan yang membuat Ares ikut berhambur ke dalam pelukan kedua nya. “Aing juga minta maaf ya, Ngga. Dan janji sama aing kalau mane harus bahagia disana, harus tanpa pengecualian. Mane berdua harus bahagia, dengan begitu aing akan jauh lebih bahagia. Janji sama aing, ya?”

Kedua nya sama-sama menganggukkan kepala, tidak bisa berkata-kata lebih banyak karena sibuk merasakan berbagai emosi yang menyatu. Tentang amarah, kecewa, dan rindu yang sama besar nya.

“Besok jangan ikut anter gue, ya?”

Pertanyaan yang kembali Lingga lontarkan kali ini berhasil membuat Dika dan Ares melepaskan rengkuhan mereka lalu memandang nya penuh tanya.

“Kenapa anying?”

“Iya dah kenapa?”

“Gue meminimalisir tangisan dan kesedihan. Males nangis-nangis.”

Yang kali ini berhasil mendapatkan sebuah cemoohan yang membuat Lingga berhasil tertawa keras siang itu.

“Banyak gaya si anjing!”

“Monyet lo kontol!”

Gue nggak janji akan bahagia. Tapi akan gue usahain bahagia itu ya? Jadi, tunggu gue pulang.

Makasih ya Lingga. Makasih karena mane punya hati yang lapang. Jaga kesehatan selama disana ya.

Lingga, lo akan selalu jadi sahabat gue. Sampai mati. Makasih karena lo tetap bertahan sampai akhir. Thanks, I’m so proud to be your friends.

--

--

No responses yet